Kamajaya Al Katuuk
1) Latar Belakang Keluarga
Kamajaya Al Katuuk lahir di Bandung tanggal 14 Maret 1960. Ayahnya adalah Wenas A. Katuuk, seorang anggota TNI yang berasal dari Tonsea, Minahasa Utara. Ibunya, Ibin Heryani berasal dari Bandung.
Latar belakang kehidupan keluarga yang silang suku dan bahkan agama tersebut yang melatarbelakangi sikap nasionalisme dan moderatnya. Hal itu pula yang mengakibatkan di dalam kehidupannya dorongan untuk mendukung persaudaraan antarsesama manusia melengkapi atau bahkan melebihi bentuk persaudaraan atas dasar apa saja.
Kamajaya menikah dengan Novetia Arestiawati Sambul di tahun 1984. Dari pernikahan tersebut telah lahir dua orang putra, yakni: Praba Kawistara Katuuk dan Rayanmada Kinasihan Katuuk.
2) Latar Belakang Pendidikan
Sekolah dasar ditamatkan Kamajaya di SD Negeri Bojong Soang, sebuah sekolah yang berada di daerah selatan Bandung. Tetapi beberapa tahun, dari kelas 3 sampai kelas 5 ia pernah bersekolah di sebuah SD Katolik di Girian, Bitung. SMP ditempuhnya di SMP Negeri Dayeuhkolot, kemudian ia melanjutkan ke SPG Negeri 1 Bandung. Pendidikan di perguruan tingginya diselesaikan di IKIP Negeri Manado di Fakultas Bahasa dan Seni, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Tugas akhir, skripsi, ia mengambil kajian drama sebagai media pendidikan nonformal. Sedangkan S-2 ditempuh di Universitas Gajah Mada dalam bidang Kajian Amerika. Pada saat ini Kamajaya tengah menyelesaikan studi doktoral, S-3 di Universitas Negeri Jakarta dalam program Manajemen Pendidikan.
3) Latar Belakang Pekerjaan
Kamajaya memulai kariernya di dunia jurnalistik. Awalnya ia membantu Husen Mullahele yang menjadi perwakilan Memorandum Surabaya sampai awal tahun 80-an. Setelah itu ia bergabung dengan Majalah Berita Mingguan Fokus, Jakarta perwakilan Manado. Tetapi sejak majalah tersebut diberangus karena menurunkan berita “100 Orang Terkaya Indonesia” yang menyangkut para penguasa Orde Baru,ia ikut terberangus juga.
Sejak tahun 1984 Kamajaya diangkat menjadi dosen di IKIP Manado, sekarang menjadi Universitas Negeri Manado (UNIMA). Sambil menjadi dosen Kamajaya tetap berkiprah di media, terutama di media daerah (Sulawesi Utara). Kiprahnya di media lokal dimulai dari menjadi redaktur Manado Post, kemudian menjadi Redaktur Pelaksana Wibawa, dan selanjutnya ikut juga membina beberapa acara di media elektronik, terutama di Televisi Manado (TVM). Ia tampil sepekan sekali di acara “Coffee Morning (2003—2004)”.
Belakangan Kamajaya aktif sebagai pegiat LSM. Ia pernah mendirikan Yayasan Serat, yang kemudian diteruskan oleh Reiner Emyot Ointoe. Ia juga pernah menjadi penasihat LBH Manado, semasa kepemimpinan Frangky Wongkar. Kamajaya kemudian mendirikan Forum Basudara yang mendorong setiap orang/kelompok yang bertikai mau menyelesaikan masalahnya secara damai dengan konsep “mengagendakan penyelesaian bersama”.
Sejak Pemilu 2004 Kamajaya terpilih menjadi salah seorang anggota KPU Manado.
4) Latar Belakang Kesastraan
Bakat bersastra Kamajaya telah muncul sejak masa sekolah dasar, ia suka menulis, mencorat-coret, membuat sajak. Tetapi kemudian ia menyadari bahwa dirinya tertarik dengan dunia sastra setelah menginjak bangku SMP. Kegemarannya dalam dunia sastra terutama karena pengaruh gurunya yang seorang sastrawan Sunda, Odji Setiadi. Minat tersebut dilanjutkan dengan turut di berbagai kegiatan kesastraan di Bandung. Ia mengikuti berbagai ceramah dan lomba, terutama baca puisi.
Kegandrungan terhadap dunia sastra tersebut dilanjutkan secara lebih serius ketika Kamajaya bertemu dengan Husen Mulahele yang bertindak sebagai mentor dan sahabatnya di Manado. Semasa berkesenian dengan Husen Mulahele, Kamajaya menerbitkan karya kumpulan sajaknya yang pertama, berjudul Harmonika.
Teladan yang Kamajaya ambil dari Husen Mulahele di dalam berkesenian adalah membina kepekaan ‘bermanusia’, terutama di dalam hal memberi diri, melayani orang lain. Media yang paling tepat adalah membina kelompok kesenian. Itulah sebabnya Kamajaya kemudian ikut membina Teater Remaja Manado (1980-an). Saat itu aktivitas yang dibina tidak hanya sastra dan teater saja, melainkan juga jenis kesenian lain, seperti tarian dan nyanyian. Kelompok tersebut kemudian melahirkan Sanggar Muara Alit, yang lebih memusatkan diri pada kegiatan sastra dan teater. Di sanggar tersebut juga sempat bergabung, yang kemudian lebih terkenal sebagai pelawak, Yusuf Magulili (Om Kale) dan Tamaka Kakunsi (Bu Tahanusang). Di kelompok tersebut para aktivisnya adalah Jamila Lihawa, Darmawaty Dareho, Tuty Basmul, Wenny Liputo, dan EriksonTegila. Kedua nama terakhir adalah pentolan dari Teater SGM (yang dibidani Johny Rondonuwu). Sedangkan binaannya yang kemudian menjadi seniman serius adalah Iverdixon Tinungki.
5) Karya-karya Kamajaya Al Katuuk
- Puisi
(1) Harmonika (1980)
(2) Bukit Kleak Senja (Antologi Penyair Kampus, 1991)
(3) Riak Utara (1990)
(4) Ziarah Langit
- Cerpen
Beberapa cerpen karya Kamajaya pernah dimuat di Anita Cemerlang dan Majalah Kartini.
- Drama
(1) “Si Tiwo” (karya ini pernah dipentaskan di Taman Budaya, 1983)
(2) Beberapa naskah serial TV Manado
- Karya-karya yang pernah disutradarai
(1) “Kasir Kita” (Arifin C. Noer); sekaligus Kamajaya sebagai pemeran tunggalnya
(2) Raksasa Pemangsa (Iverdixon Tinungki)
- Karya-karya Nonfiksi
(1) Men and Wealth in Steinbeck’s (Thesis)
(2) Lintasan Amerika dalam Sastra (Panduan Kuliah, 1992)
(3) Pelatihan Dasar Penulisan Naskah Sinetron (Pengabdian Masyarakat, 1992)
(4) Tikaian Antara Kelampauan dan Kekinian dalam Belenggu
(5) Punahnya Tradisi Tutur di Minahasa (Penelitian, 1999)
(6) Pengembangan Seni dan Budaya di Kota Manado; Antisipasi Manado sebagai Kota Pantai (Bappeda Manado, 1999)
(7) Punahnya Tradisi Tutur di Sulawesi Utara (Penelitian, 2000)
(8) Metode Penelitian Teks; Teori dan Praktik (Panduan Kuliah, 2000)
Beberapa artikelnya pernah dimuat di Kompas, Media Indonesia, Republika, Horison, dan Bisnis Indonesia.