Parade Budaya mulai dari penampilan Marching Band SMP Katolik Maria Goreti Lembean, penananam pohon cempaka dan wanderan di kawasan pancuran, pertunjukan tari kenari, prosesi adat Meneek wia leesal nee raee, musik kolintang, penampilan hasil karya batik dari sanggar Winetin yang belajar di Jakarta, Lomba Lili Royor, Tetambaken, parade Rera Wo Taretumou, Duta budaya Minut, Tari Lenso, Dance, Katrili mewarnai peresmian sangggar Winetin yang berlangsung meriah.
Hadir pada kesempatan itu antara lain Dewan Kesenian Minut, Camat Kauditan, Tokoh Agama berbagai denominasi gereja dari GMIM, Katolik, GPdI, Para pengurus Sanggar Winetin, tokoh adat, serta ratusan masyarakat Paslaten yang sangat antusias menikmati pesta budaya tersebut.
Mayjen (Purn), Lodewyk Pusing menceritakan berawal dari membawa kolintang Temboan untuk rekaman di Manado, ” Pada waktu itu saat Paskah kemudian muncul ide untuk mendirikan sanggar kolintang yang merupakan ide dari seorang ibu muda yang bernama Lidia Katuuk yang memiliki ide brilian, saya kemudian menantang 3 bulan berani untuk menjalankannya.. Dan ternyata 3 bulan pas anak-anak bisa memainkan kolintang. Akhirnya berkembang terus sampai sekarang. Inilah visi besar dari sanggar : Menjadikan budaya Minahasa, berdaya guna bagi pembangunan manusia seutuhnya. Misinya yaitu salah satunya mengantar kolintang tecatat kolintang di UNESCO sebagai alat Minahasa, Sulut, Indonesia. Puji Tuhan 3 bulan lalu ibu lidia dipanggil ke kantor perwakilan UNESCO di Jakarta. Dan UNESCO mengundang pemainnya untuk tampil di gedung putih, Amerika Serikat.”
“Tentu hal ini menjadi kebanggaan tersendiri buat kita untuk sungguh-sungguh mempersiapkan diri lebih baik kedepan. Untuk maju maka kita harus bekerja dengan tulus dan ikhlas. Kolintang harus berbunyi diseluruh Nusantara dan dunia, itu yang menjadi harapan saya kedepan,” ungkap Pusung dengan tegas!