Emmanuel Tular : Penarikan Guru PNS Dari Swasta Merupakan Diskriminasi Pendidikan

0
2178

 

IMG-20190130-WA0006

DISKRIMINASI PENDIDIKAN: PENARIKAN GURU PNS SEPIHAK DARI
SEKOLAH SWASTA MELANGGAR KONSTITUSI DAN UNDANG-UNDANG

Oleh. Emmanuel Josafat Tular

Tenaga Ahli DPR yang membidangi Legislasi (Legal Drafter DPR RI)
Mencermati adanya kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah terhadap
penarikan Guru-Guru yang berstatus Pegawai Negeri Sipil dari penyelenggara
pendidikan khususnya yang diselenggarakan oleh masyarakat atau disebut
penyelenggara pendidikan sekolah-sekolah swasta, kebijakan tersebut harus
memperhatikan Konstitusi Negara dan Undang-Undang yang diamanatkan untuk
memberi kepastian hukum dan jaminan hak asasi warga negera Indonesia.
Kebijakan tersebut sebelum diputuskan sudah selayaknya dipertimbangkan dengan
membaca secara utuh dan pemahaman yang komprehensip terhadap keseluruhan
peraturan perundang-undangan yang terkait, yaitu:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara
5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tetang Guru Dan Dosen

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Sistem pendidikan nasional merupakan implementasi dari pelaksanaan Pasal
31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu bahwa
Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, Setiap warga negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. Negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari
anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi
nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pendidikan nasional,
termasuk didalamnya tentang penyelenggaraan pendidikan tidak boleh bertentangan
dengan Konstitusi Negara, sehingga perlu dilakukan proses peninjauan terhadap
peraturan perundang-undangan yang dipandang telah salah dalam membuat
rumusan materi yang sudah menjadi peraturan. Selain itu penting dipahami adanya
kekhasan dan perbedaan dari pengaturan tentang pendidikan, dimana harus
dibedakan pelaksanaan sistem pendidikan nasional yang harus mampu menjamin

2

pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi
manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan
perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global yang dilakukan secara terencana,
terarah, dan berkesinambungan. Dalam hal ini, terkait dengan penyelenggara
pendidikan, tenaga pengajar atau Guru, peserta didik dan tenaga pendidikan dan
proses pengajaran pendidikan adalah terpisah dalam fungsinya jika dihubungkan
dengan peraturan yang mengatur tentang Pegawai Aparatur Negara khususnya
Pegawai Negeri Sipil.
Pentingnya membedakan secara fungsional dan tujuan pencapaian
pendidikan agar tidak dibenturkan dengan proses administrasi kelembagaan dalam
pemerintahan. Karena jika disamakan maka akan terjadi konflik manajemen
pendidikan dengan manajemen administrasi pemerintahan. Sementara tujuan yang
akan dicapai adalah bagaimana memperoleh hasil dari tujuan nasional untuk warga
Negara Indonesia dalam bidang pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa
sesuai dengan amanat Pembukaan UUD NRI 1945 yang menjadi dasar filosofis atau
penyelenggaraan pendidikan nasional.

Selain Pembukaan dan Pasal 31 UUD NRI Tahun 1945, perlu
membertimbangkan hak dari setiap warga Negara dalam mendapatkan pemenuhan
dasar diantaranya pendidikan yang diamanatkan dalam Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal
28H, Pasal 28I yaitu yang bunyi rumusannya yang berkaitan dengan pendidikan:
 Pasal 28C ayat (1) dan ayat (2) Bahwa “Setiap orang berhak mengembangkan
diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya,
demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya
secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
 Pasal 28D ayat (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”.
 Pasal 28H ayat (2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan
khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai
persamaan dan keadilan.
 Pasal 28I ayat (2), ayat (4), dan ayat (5) bahwa “Setiap orang bebas dari
perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan
perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. Perlindungan,
pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung
jawab negara, terutama pemerintah. Untuk menegakkan dan melindungi hak
asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka
pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan
perundang-undangan”.
Sebagaimana Pendidik (Guru) dan Peserta Didik (Murid/ Siswa/ Pelajar)
merupakan komponen yang utuh dalam sistem pendidikan nasional yang
diselenggarakan oleh penyelenggara pendidikan termasuk masyarakat (swasta)

3

maka sudah seharusnya kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah harus
memperhatikan hak asasi yang melekat pada setiap warga Negara baik sebagai
Pendidik atau Guru, Peserta Didik atau Murid, Siswa, Pelajar dan Penyelenggara
dalam pendidikan. Sebagaimana dalam Pasal 28C ayat (1) dan ayat (2) Komponen
yang utuh yang terdiri atas orang perorang warga negara berhak mengembangkan
diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Setiap
orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara
kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya. Sehingga apabila
Pendidik atau Guru dilakukan penarikan maka, proses pemenuhan pendidikan yang
sudah berproses yang dilakukan oleh Pendidik terjadi keterputusan proses hanya
dikarenakan adanya kepentingan sepihak dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah
pada akhirnya Peserta Didik (Murid, Siswa, Pelajar) ikut mengalami keterputusan
relasi fungsional antara Gurunya dengan Peserta Didik akibat adanya kebijakan
sepihak dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah, sementara kebijakan sepihak ini
lebih pada kebijakan administrasi yang didasarkan atau keinginan atau kehendak
Pemerintah dan Pemerintah Daerah, sehingga dapat disebut sebagai penghambat
dari hak warga Negara dalam memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya
secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya. Sehingga
kolektifitas dari penyelenggaraan pendidikan yang menjadi hak warga Negara
diabaikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah hanya untuk menjalankan
kebijakan yang bersifat administratif. Karena essensi dasar Penarikan Guru yang
sedang berproses di penyelenggara pendidikan oleh masyarakat atau disebut
Pendidikan Sekolah Swasta hanyalah memutasikan atau memindahkan tanpa
memperhatikan fungsi dan tujuan pendidikan serta psikologi proses belajar
mengajar yang sudah tercipta antar Pendidik dan Peserta Didik. Sehingga penarikan
terhadap Guru yang sepihak dapat dikatakan melanggar Konstitusi UUD NRI Tahun
1945.
Penarikan sepihak dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah juga dapat
melanggar Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (2), dan Pasal 28I ayat (2), ayat (4),
dan ayat (5) dikarenakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberlakukan
ketidakadilan bagi penyelenggara pendidikan oleh masyarakat atau sekolah yang
dikelolah oleh swasta yang terdapat Pendidik (Guru) dan Peserta Didik (Murid,
Siswa, Pelajar) sehingga pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum tidak terjadi karena
Pemerintah hanya memperhatikan kebutuhan Pendidik dari Penyelenggara
Pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sehingga
terhadap penyelenggaraan pendidikan yang dikelolah oleh masyarakat atau Swasta
justru tidak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan dalam
penyelenggaraan pendidikan nasional sebagai bagian dari peran serta masyarakat.
Selain itu kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang tidak
mempertimbangan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Sistem

4

Pendidikan Nasional serta Guru namun hanya memahami peraturan yang mengatur
tentang Aparatur Sipil Negara dan dilaksanakan dengan kepentingan sepihak, maka
Pemerintah dan Pemerintah Daerah atas kebijakan penerikan Guru dari pendidikan
yang diselenggarakan oleh masyarakat atau swasta dapat dianggap telah melakukan
memperlakukan Penyelenggaraan Pendidikan Nasional oleh Masyarakat sebagai
warga Negara Indonesia dengan perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar
kepentingan sepihak, sehingga sudah seharusnya Negara/ Pemerintah dan
Pemerintah Daerah memberikan perlindungan bukan melakukan kebijakan yang
disriminatif berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat
diskriminatif itu, agar penyelenggara pendidikan oleh masyarakat, Guru dan Peserta
Didik benar-benar diberi perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak
asasi manusia sebagai tanggung jawab negara, terutama pemerintah dan
pemerintah daerah. Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia
khususnya masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan nasional sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis.

2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Dalam Pasal 12 dan Pasal 13 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia mengatur bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan bagi
pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya,
dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman,
bertaqwa, bertanggung jawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai
dengan hak asasi manusia. Setiap orang berhak untuk melakukan pekerjaan sosial
dan kebajikan, mendirikan organisasi untuk itu, termasuk menyelenggarakan
pendidikan dan pengajaran, serta menghimpun dana untuk maksud tersebut sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Penyelenggaraan pendidikan nasional oleh masyarakat atau swasta yang
terdiri atas Penyelenggara, Pendidik dan Peserta Didik dalam kaitan dengan fungsi
dan tujuan pendidikan berhak untuk memperoleh perlindungan bagi pengembangan
pribadi dari peserta didik, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan
meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa,
bertanggung jawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak
asasi manusia. Dan dalam menentukan hasil yang akan dicapai dari peserta didik
sangat ditentukan oleh pendidik yang telah berproses bersama dengan peserta
didiknya atau murid, siswa, pelajar sehingga hak tersebut merupakan komponen
yang utuh sehingga tujuan untuk mencerdaskan peserta didik dan meningkatkan
kualitasnya tercapai. Sehingga Pemerintah dan Pemerintah Daerah harus benar-
benar serius dalam memahami fungsi dan tujuan penyelenggaraan pendidikan dan
tidak dapat dipandang hanya dari aspek prosedur administrasi bahwa Guru dari
Pegawai Negeri hanya untuk ditempatkan di sekolah-sekolah yang diselenggarakan
oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Maka penting untuk memberikan
perlindungan kepada semua warga Negara dengan tetap menempatkan Guru yang

5

sudah ada ataubahkan yang belum ada Guru PNS di sekolah-sekolah yang
diselenggarakan oleh masyarakat atau sekolah swasta. Dalam UU tentang HAM telah
mengatur bahwa setiap orang berhak untuk melakukan pekerjaan sosial dan
kebajikan, mendirikan organisasi untuk itu, termasuk menyelenggarakan pendidikan
dan pengajaran. Maka penyelenggara pendidikan dari masyarakat menjadi bagian
dari menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran, sehingga sudah seharusnya
Negara/ Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk memberikan perhatian dengan
tetap memberikan support melalui pengadaan pendidik atau Guru di sekolah-sekolah
yang diselenggarakan oleh masyarakat atau swasta.

3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional
Dalam ketentuan umum pada Pasal 1 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) telah dirumuskan diantaranya bahwa
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.” Definisi “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang
berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan
tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman”. Definisi Sistem pendidikan nasional
adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional. Definisi “Peserta didik adalah anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses
pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu”.
Definisi “Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri
dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan”. Dan yang menjadi
sorotan dalam kaitan ada penarikan Guru atau Pendidik dibeberapa penyelenggara
satuan pendidikan dari masyarakat (swasta) dimana definsi tentang Guru perlu
dipahami sebagai pendidik. Dan dalam Undang-Undang disebutkan bahwa Pendidik
adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor,
pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang
sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan. Selain itu telah dirumuskan definisi tentang “Satuan pendidikan adalah
kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal,
nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan”. Dan “Pendidikan
formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Dalam sistem pendidikan nasional ini, sangat jelas bahwa dilihat dari fungsi
dan tujuan yang akan dicapai, betapa pentingnya proses interaksi yang efektif antar
penyelenggara pendidikan, pendidik dan peserta didik. Dan proses ketiga unsur
utama ini merupakan bagian dari usaha sadar dan telah terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi didirnya. Maka terkait dengan penarikan Pendidik

6

dalam hal ini Guru oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sudah bertentangan
dengan sistem dan proses penyelenggaraan pendidikan nasional, termasuk telah
melanggar konstitusi UUD NRI Tahun 1945. Karena secara prinsip bahwa Pendidik
dalam hal ini Guru merupakan bagian dari Sistem Pendidikan Nasional yang
melaksanakan amanat UUD NRI 1945. Pendidik tidak dapat dipisahkan dengan
Peserta Didik sebagai satu kesatuan keseluruhan komponen pendidikan yang terkait
secara terpadu. Selain itu perlu dipahami bahwa pemaknaan dan pemahaman
tentang sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang
saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, artinya
bahwa tidak ada perbedaan antara pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat atau swasta, semua dilihat sebagai hak warga Negara yang merupakan
rakyat Indonesia tanpa dibedakan, karena konstitusi Negara sudah memberikan
jaminan kepada seluruh Rakyat Indonesia.
pendidikan Sehingga kebijakan Pemerintah atau Pemerintah Daerah dalam
menarik Pendidik (Guru) tanpa berkordinasi dan memperoleh pertimbangan bahkan
kesepakatan bersama dengan penyelenggara pendidikan yang lebih memahami
kondisi real proses pendidikan antar Guru dan Murid di setiap satuan pendidikan baik
di pendidikan dasar (Sekolah Dasar), Pendidikan menengah (Sekolah Menengah
Pertama dan Sekolah Menengah Umum/ Kejuruan atau yang sejenis).
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pendidikan
nasional, harus mengetahui bahwa selain Pemerintah/ Pemerintah Daerah juga
masyarakat dijamin dengan undang-undang untuk menyelenggaran pendidikan yang
memiliki derajat atau tingkatan yang sama dengan Pemerintah/Pemerintah Daerah.
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Hak dan kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah terhadap penyelenggaraan
pendidikan diatur pada Pasal 10 dan Pasal 11 ayat (1) yang menyebutkan bahwa
“Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan, membimbing,
membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib
memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan
yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Pengaturan ini,
mempertegas bahwa pendidikan nasional yang diselenggarakan oleh swasta wajib
untuk memberikan pelayanan dan kemudahan, serta menjamin terlaksananya
pendidikan bermutu tanpa diskriminasi.

Pengaturan dalam Pasal 16 UU Sisdiknas menyebutkan bahwa jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat. Maka
dalam rumusan ketentuan tersebut telah diberikan garansi atau jaminan bagi
masyarakat untuk menjadi penyelenggara pendidikan dan dalam melaksanakan

7

standar nasional pendidikan maka penyelenggara pendidikan baik pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat dapat melaksanakan atas standar isi, proses,
kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan,
pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana
dan berkala.

Pasal 39 ayat (2) telah mengatur bahwa pendidik merupakan tenaga
profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik
pada perguruan tinggi. Sehingga dalam hal profesionalisme pendidik atau Guru,
akan tetap memahami kondisi tingkat pemahaman dari Peserta Didiknya, sehingga
seorang Guru PNS yang telah merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran di sekolah swasta akan tetap terjadi interaksi untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi peserta didik, maka kebijakan penarikan Guru dari
sekolah swasta akan merugikan Peserta Didik dan Pendidik.
Dalam ketentuan Pasal 41 ayat (3) UU Sisdiknas disebutkan bahwa Pemerintah dan
Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan
tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan
yang bermutu. Ketentuan ini sangat jelas bahwa termasuk penyelenggaraan
pendidikan di sekolah-sekolah swasta Pemerintah dan Pemerintah Daerah diwajibkan
memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan agar
tetap menjadi terselenggaranya pendidikan yang bermutu, sehingga Pemerintah dan
Pemerintah Daerah tidak hanya menggunakan UU ASN untuk kebijakan penarikan
Guru PNS tetapi mempertimbangkan UU Sisdiknas, sehingga tidak melakukan
kebijakan yang salah.
Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah juga diatur pada Pasal 44 UU
Sisdiknas yaitu “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membina dan
mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Penyelenggara pendidikan
oleh masyarakat berkewajiban membina dan mengembangkan tenaga kependidikan
pada satuan pendidikan yang diselenggarakannya”. Dan pada ketentuan ayat (3)
Pasal 44 yang berbunyi “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membantu
pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan formal
yang diselenggarakan oleh masyarakat” Kewajiban pembinaan ini yang harus
dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah kepada penyelenggara
pendidikan oleh masyarakat atau swasta, bukan dengan menarik Guru PNS dari
sekolah swasta, namun dengan adanya Guru PNS di sekolah Swasta menunjukan
adanya tanggungjawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah kepada sekolah swasta
tanpa ada diskriminasi pendidikan.

8

4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara
Dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara, pada Pasal 1 disebutkan definisi Aparatur Sipil Negara yang
selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai
pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. Pegawai
Negeri Sipil terdapat profesi Guru Pegawai Negeri Sipil yang merupakan warga
negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN
secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan
pemerintahan. Selanjutnya pada Pasal 73 UU ASN menyebutkan bahwa “Setiap PNS
dapat dimutasi tugas dan/atau lokasi dalam 1 (satu) Instansi Pusat, antar-Instansi
Pusat, 1 (satu) Instansi Daerah, antar-Instansi Daerah, antar-Instansi Pusat dan
Instansi Daerah, dan ke perwakilan Negara Kesatuan Republik Indonesia di luar
negeri. Mutasi PNS dalam satu Instansi Pusat atau Instansi Daerah dilakukan oleh
Pejabat Pembina Kepegawaian. Mutasi PNS antarkabupaten/kota dalam satu provinsi
ditetapkan oleh gubernur setelah memperoleh pertimbangan kepala BKN. Mutasi
PNS antarkabupaten/kota antarprovinsi, dan antar provinsi ditetapkan oleh menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri setelah memperoleh
pertimbangan kepala BKN. Mutasi PNS provinsi/kabupaten/kota ke Instansi Pusat
atau sebaliknya, ditetapkan oleh kepala BKN. Mutasi PNS antar-Instansi Pusat
ditetapkan oleh kepala BKN. Mutasi PNS dilakukan dengan memperhatikan prinsip
larangan konflik kepentingan. Pembiayaan sebagai dampak dilakukannya mutasi PNS
dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara untuk Instansi Pusat
dan anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk Instansi Daerah.
Kebijakan mutasi atau penarikan Guru PNS dari penyelenggara pendidikan oleh
masyarakat atau swasta oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang mengambil
dasar pada UU ASN seharusnya mempertimbangkan Konstitusi Negara dan
peraturan perundang-undangan lainnya. Karena meskipun ada kewenangan dari
Pejabat Pembina Kepegawaian tetapi jangan hanya sekedar melihat dari aspek
administratif yang pada akhirnya memutus mata rantai dari proses pendidikan yang
sudah terjadi, apalagi jika kebijakan yang dilakukan adalah sepihak. Sudah
seharusnya penempatan Guru yang berstatus PNS tetap terdistribusi di sekolah-
sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat atau sekolah swasta sebagai bentuk
peran pemerintah dan pemerintah daerah dalam memfasilitasi atau
mengembangkan pendidikan nasional. Terdapat kelemahan dari UU ASN yang hanya
menempatkan PNS pada instansi-instansi pemerintahan sebagaimana dalam UU
ASN, sehingga hal ini perlu ditinjau kembali karena tidak sejalan dengan tujuan dari
sistem pendidikan nasional dimana semua rakyat Indonesia memiliki hak yang sama
dalam pendidikan dan pengajaran termasuk Pendidik yang berasal dari PNS untuk
mendidik Peserta Didik yang berada di sekolah-sekolah swasta sebagai
tanggungjawab pemerintah dan pemerintah daerah terhadap peran serta
masyarakat dalam pendidikan, sebagaimana hak dan kewajiban Pemerintah dan
Pemerintah Daerah berdasar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada Pasal 10 dan Pasal 11 ayat (1) mengatur tentang hak dan
kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah, yaitu berbunyi “Pemerintah dan
Pemerintah Daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi
penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan

9

kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap
warga negara tanpa diskriminasi. Sehingga kebijakan penarikan Guru PNS yang
sepihak bagian dari diskriminasi pendidikan. Maka kebijakan penarikan Guru PNS
perlu ditinjau kembali demi adanya kepastian hukum dan jaminan bagi masyarakat
dalam menyelenggarakan pendidikan nasional.

5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen
Dalam konsideran menimbang sebagai landasan filosofis UU Guru dan Dosen
menyebutkan bahwa pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya
mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia
yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan
beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Landasan sosiologis menyebutkan bahwa untuk menjamin
perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan relevansi, serta tata
pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi
tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global
perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen secara
terencana, terarah, dan berkesinambungan. Dalam kajian sosiologis dirumuskan pula
bahwa guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat
strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan sehingga perlu
dikembangkan sebagai profesi yang berrnartabat.

Dalam kaintannya dengan Guru, pengertiannya telah diatur dalam ketentuan
umum Pasal 1 UU Guru dan Dosen, yaitu guru adalah pendidik profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dalam ketentuan umum juga
disebutkan bahwa penyelenggara pendidikan adalah Pemerintah, pemerintah
daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur
pendidikan formal.
Berkaitan dengan kebijakan penarikan Guru PNS dari sekolah-sekolah swasta
oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah justru tidak sejalan dengan profesi Guru
yang professional, oleh karena Guru PNS yang mendidik dan mengajar di sekolah
swasta telah berproses dengan profesionalismenya yang sedang mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah yang diselenggarakan oleh masyarakat. Apalagi seorang Guru
PNS yang bekerja di pendidikan swasta terdapat perjanjian kerja atau kesepakatan
kerja bersama sebagaimana diatur dalam UU Guru dan Dosen sebagai perjanjian
tertulis antara guru atau dosen dengan penyelenggara pendidikan atau satuan
pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para pihak

10

dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan berdasarkan peraturan perundang-
undangan. Maka sesuai perjanjian dan kesepakatan kerja telah mengikat Guru PNS
untuk melaksanakan tanggungjawabnya, sehingga tidaklah tepat jika dilakukan
penarikan Guru PNS, terkecuali ada keinginan dari Guru PNS tersebut untuk
mengajar di sekolah negeri dan mengundurkan diri dari Guru swasta dimana Guru
tersebut mengajar, atau telah selesainya perjanjian dan kesepakatan kerja.
Sehingga penting untuk diperhatikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah
bahwa menarik Guru PNS harus dibicarakan dengan penyelenggara pendidikan oleh
masyarakat karena ada peraturan internal yang mengatur termasuk ada peraturan
perundang-undangan yang memberikan perlindungan kepada penyelenggara
pendidikan dari masyarakat atau swasta.

Dalam ketentuan umum UU Guru dan Dosen disebutkan bahwa masyarakat
adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai
perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan. Maka yang perlu dipahami oleh
Pemerintah dan Pemerintah Daerah adalah Masyarakat adalah kelompok warga
Negara Indonesia nonpemerintah, bukan orang asing, sehingga dalam hal
penyelenggaraan pendidikan oleh masyarakat dijamin oleh Konstitusi Negara dan
Undang-Undang, termasuk dalam ketersediaan Guru PNS di sekolah Swasta oleh
karena adanya prinsip sistem pendidikan yang setara dan menyeluruh dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia, sehingga kebijakan Pemerintah dan Pemerintah
Daerah agar tidak membeda-bedakan mana pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dan mana yang diselenggarakan oleh
masyarakat. Kesetaraan dalam penyelenggaraan pendidikan mewajibkan Negara
untuk menempatkan Guru PNS di sekolah-sekolah swasta yang dikelolah oleh
masyarakat.

Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan
formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kedudukan
guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran
guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan
nasional. Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk
melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan
nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab. Maka pemahaman tentang Guru dan Kedudukannya jangan
sampai lari dari essensi dasar Guru akibat adanya kebijakan yang bersifat
administratif dan diskriminasi yang sepihak dengan menarik Guru PNS dari sekolah-
sekolah swasta oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah hanya mengatasnamakan
UU ASN semata-mata. Namun perlu memperhatikan tentang bagaimana professional

11

Guru, pada ketentuan Pasal 20 UU Guru dan Dosen disebutkan bahwa dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban merencanakan
pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan
mengevaluasi hasil pembelajaran; dan berkewajiban meningkatkan dan
mengembangkan kualifikasi akadernik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kewajiban ini sedang
dilaksanakan oleh Guru PNS yang professional yang sedang mengabdi di satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat atau swasta.

Perlu dicermati oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah terhadap ketentuan
Pasal 13 ayat (1) UU Guru dan Dosen menyebutkan bahwa “Pemerintah dan
pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi
akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat”. Ketentuan ini mewajibkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk
menyediakan anggaran untuk meningkatkan kualifikasi akademik dan sertifikasi
pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Maka bukan
hanya yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah, tetapi juga
yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk diberikan anggaran untuk maksud
sesui UU Guru dan Dosen. Maka sangat jelas dalam ketentuan ini bahwa
menyediakan anggaran di sekolah swasta oleh Negara juga disediakan Guru PNS
yang anggarannya bersumber dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah, atau melalui
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD), Hal tersebut dipertegas dengan ketentuan Pasal 17 ayat (2) yang
menyebutkan bahwa Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan subsidi
tunjangan fungsional kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Maka bukan melepas tanggungjawab agar tidak adanya realisasi anggaran atau
subsidi dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah kepada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat (swasta) sehingga seola-ola dengan menarik
semua Guru PNS dari sekolah-sekolah swasta yang diselenggarakan oleh
masyarakat, Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak memiliki tanggungjawab pada
sekolah-sekolah swasta. Jika penarikan Guru PNS tetap dilaksanakan maka
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat dianggap melanggar peraturan
perundang-undangan lain yang berhubungan dengan Pendidikan Nasional dan Guru.
Ketentuan Pasal 24 UU Guru dan Dosen disebutkan bahwa “Pemerintah wajib
memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam
kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan satuan pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal serta untuk menjamin keberlangsungan
pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh Pemerintah. Pemerintah
provinsi wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik,
maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan

12

pendidikan menengah dan pendidikan khusus sesuai dengan kewenangan. (3)
Pemerintah kabupaten/kota wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah,
kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin
keberlangsungan pendidikan dasar dan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal sesuai dengan kewenangan. (4) Penyelenggara pendidikan atau satuan
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi kebutuhan guru-
tetap, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensinya untuk
menjamin keberlangsungan pendidikan. Pada Pasal 28 ayat (4) mengatur tentang
Pemindahan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat
diatur oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan
berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Ketersediaan Guru dan pemindahan Guru pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat menjadi tanggungjawab dari masyarakat, sehingga
penarikan Guru PNS dari pendidikan yang diselenggarakan masyarakat harus
memperhatikan perjanjian kerja atau kesepakatan bersama sebagai Guru PNS yang
bertugas atau mengajar di sekolah-sekolah swasta.

Ketentuan Pasal 34 UU Guru dan Dosen semakin dipertegas lagi tentang
kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah yaitu, bahwa Pemerintah dan
Pemerintah Daerah, wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademi dan
kompetensi guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi guru. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan anggaran
untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian guru pada satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Kewajiban ini, harus dilaksanakan oleh Pemerintah bukan dengan cara menarik Guru
PNS dari sekolah swasta namun dengan lebih memberikan perhatian lewat
pembinaan dan pengembangan demi memberdayakan pendidikan disetiap satuan
pendidikan tanpa membeda-bedakan penyelenggara pendidikan apakah dari
Pemerintah, dari Pemerintah Daerah, atau dari Masyarakat.

Atas kebijakan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang diskriminasi
menarik Guru PNS dari sekolah-sekolah swasta, maka perlu memperhatikan
ketentuan Pasal 39 UU Guru dan Dosen yaitu Pemerintah, pemerintah daerah,
masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan
perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas. Perlindungan meliputi
perlindurrgan hukum, perlindungan profesi, serta perlin.dungan keselamatan dan
kesehatan kerja. Perlindungan hukum mencakup perlindungan hukum terhadap
tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuann
tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi,

13

atau pihak lain. Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap pemutusan
hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan,
pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan,
pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat
menghambat guru dalam melaksanakan tugas. Maka atas pegaturan ini, sudah
sepantasnya Guru diberikan perlindungan termasuk Guru PNS di sekolah swasta,
bukan dengan melakukan kebijakan sepihak dengan kepentingan yang hanya dilihat
dari aspek aparatur sipil Negara sebagai pegawai negeri sipil, tetapi harus dilihat dari
fungsi, kedudukan dan tujuan Guru, termasuk diselenggarakannya sistem
pendidikan nasional.
Berdasarkan Konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
Tetang Guru Dan Dosen. Maka keberadaan Penyelenggara Pendidikan oleh masyarakat atau
swasta dan kompenen sistem pendidikan nasional yaitu Pendidik (Guru), Peserta Didik
(Siswa, Murid, Pelajar) merupakan suatu kesatuan dalam proses hak warga negera dalam
bidang pendidikan, sehingga tidak bisa sebuah kebijakan hanya dilihat dari satu aspek saja,
atau hanya dilihat dari satu peraturan perundang-undangan, namun harus memperhatikan
Konstitusi Negara UUD NRI Tahun 1945 dan Peraturan Perundang-Undangan yang
mengatur tentang pendidikan nasional, apalagi Guru PNS atau Guru yang ikut menjadi
bagian dari pendidik adalah satu kesatuan dalam sistem pendidikan nasional dimana UU
Sisdiknas merupakan induk dari undang-undang yang mengatur tentang Guru, termasuk
Guru PNS, sehingga semua harus berinduk pada UU Sisdiknas, Sementara khusus kebijakan
dan kewenangan Pemerintah/ Pemerintah Daerah terhadap Pegawai Negeri Sipil lebih
bersifat administratif yang diatur pada UU ASN tetapi seharusnya mempertimbangkan
regulasi yang lain yang mengikat, guna terhindar dari pelanggaran peraturan dan perlakuan
diskriminasi kepada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat atau swasta,
demi menjamin hak asasi warga Negara Indonesia yang semata-mata tidak hanya melihat
dari Guru saja, tapi dari Peserta Didik dan Penyelenggara Pendidikan secara utuh.

 

LEAVE A REPLY